Kamis, 09 Juni 2011

politik otoriter


Ciri-Ciri Sistem Politik Otoriter
Theodore M. Vestal dari Oklahoma State University, Amerika Serikat, dalam bukunya Ethiopia: A Post-Cold War African State, menuliskan beberapa ciri pemerintahan dengan sistem politik otoriter.
  1. Infrastruktur dan fasilitas pemerintahan dikendalikan secara terpusat. Kekuatan politik diperoleh dan dipertahankan melalui suatu sistem represif yang menentang segala bentuk tentangan atau yang berpotensi menentang. Partai politik dan organisasi-organisasi masyarakat digunakan sebagai alat untuk memobilisasi masyarakat dalam rangka pemenuhan tujuan pemerintah.
  2. Mengikuti prinsip-prinsip berikut: (a) aturan datang dari seseorang, bukan dari hukum; (b) pemilihan umum bersifat kaku (seringkali orang bisa mengetahui siapa pemenangnya, bahkan sebelum pemilu itu berlangsung); (c) semua keputusan politis ditentukan oleh satu pihak dan berlangsung tertutup; dan (d) penggunaan kekuatan politik yang seolah-olah tidak terbatas.
  3. Pemimpin dipilih sendiri atau menyatakan diri. Kalaupun ada pemilihan, hak kebebasan masyarakat untuk memilih cenderung tidak diacuhkan.
  4. Tidak ada jaminan kebebasan sipil, apalagi toleransi bagi yang ingin menjadi oposisi.
  5. Tidak ada kebebasan untuk membentuk suatu kelompok, organisasi, atau partai politik untuk bersaing dengan kekuatan politik yang incumbent.
  6. Kestabilan politik dipertahankan melalui: (a) kontrol penuh terhadap dukungan pihak militer untuk mempertahankan keamanan sistem dan kontrol terhadap masyarakat; (b) birokrasi dikuasai oleh orang-orang yang mendukung rezim; (c) kendali terhadap oposisi dari internal negara; dan (d) pemaksaan kepatuhan kepada publik melalui berbagai cara sosialisasi.
Selain ciri-ciri tersebut, ciri paling khas sistem politik otoriter adalah kekuasaan politik yang tidak terbatas atau nyaris tidak terbatas dimiliki oleh si pemimpin atau partai yang berkuasa.